By : Dirga Rahmad Effendi, Suci Wahyuni, dan Haniswita.
MAN 2 Payakumbuh
“Berikan aku seribu orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya. Berikan aku sepuluh pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia.”
Itulah ungkapan Soekarno mengenai pemuda
puluhan tahun yang lalu. Kalimat yang sederhana tapi mengandung makna yang
dalam. Setiap orang memiliki pandangan yang berbeda tentang pemuda. Dewasa ini, berbagai definisi bertebaran mengenai pemuda, baik dari segi fisik maupun psikis serta pertanyaan apakah pemuda itu identik
dengan semangat atau usia. Ditinjau dari segi
pengertian, pemuda adalah setiap orang yang telah
lepas dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa dimana pemuda memiliki banyak
karakter. Berbagai karakter dari pemuda inilah yang akan membentuk suatu bangsa
dimana pemuda itu berpijak. Dalam kaidah
bahasa Qur’ani pemuda atau yang disebut asy-syabab
didefinisikan dalam ungkapan sifat dan sikap seperti berikut.
1.
Berani merombak dan bertindak revolusioner
terhadap tatanan sistem yang rusak. Seperti kisah Nabi Ibrahim AS yang tersirat
dalam QS Al-Anbiya’ ayat 59-60.
2.
Memiliki standar moralitas, berwawasan,
bersatu, optimis, dan teguh dalam pendirian serta konsisten dengan perkataannya.
Hal ini tergambar dalam kisah Ash-habul
Kahfi.
3.
Seorang yang tidak berputus-asa dan
pantang mundur sebelum cita-citanya tercapai. Seperti digambarkan pada pribadi Nabi Musa AS.
Merambahnya
teknologi – teknologi canggih ke berbagai wilayah di Indonesia bukanlah hal
yang buruk. Namun yang menjadi permasalahan saat ini adalah perilaku kehidupan
sebagian pemuda berubah menjadi konsumtif. Kebanyakan pemuda terlena dengan
kecanggihan teknologi dewasa ini. Contohnya handphone.
Survey membuktikan bahwa pengguna handphone
terbanyak berasal dari kalangan remaja. Larangan khusus bagi pemuda untuk tidak
menggunakan handphone tentu saja
tidak ada. Hanya saja disayangkan, para
pemuda selalu berlomba-lomba untuk memiliki handphone
dengan mode terbaik. Jadi, tidak mengherankan jika seorang pemuda memiliki tiga
handphone atau lebih.
Bangsa ini,
khususnya Kota Payakumbuh tidak membutuhkan pemuda yang memiliki daya konsumtif
yang tinggi. Kota ini membutuhkan para pemuda yang memiliki daya kreativitas
dan inovasi untuk kemajuan di masa mendatang. Para pemuda seharusnya mulai
berpikir untuk menciptakan dan mengurangi perilaku mengonsumsi. Mungkin ini
akan terdengar aneh bagi sebagian orang. Bagaimana mungkin seorang siswa atau mahasiswa mampu melakukan suatu
inovasi ? Bukankah kita pernah mendengar atau membaca, dimana ada kemauan pasti
ada jalan yang terbentang. Di negara lain pun, tidak sedikit kita temukan
pemuda – pemuda yang mampu melakukan perubahan untuk daerahnya, negaranya,
bahkan melakukan perubahan pada dunia. Jadi apa salahnya untuk mulai mencoba
melakukan suatu perubahan yang positif.
Waktu merupakan karunia
yang tidak ternilai harganya.
Waktu menjadi pengukur terhadap kesuksesan dan kegagalan. Orang yang berhasil
adalah orang yang memanfaatkan waktunya
dengan baik untuk meraih cita-citanya. Dewasa ini, para pemuda
menghabiskan waktu dengan hal-hal yang kurang bermanfaat, bahkan
bisa dikatakan tidak bermanfaat sama sekali. Suasana malam
tahun baru dijadikan sebagai ajang hura-hura. Survey membuktikan bahwa Kota
Payakumbuh berada di peringkat kedua sebagai kota yang teramai dalam perayaan
malam tahun baru. Siapa lagi kalau bukan pemuda yang meramaikan acara ini. Selain itu, hampir
setiap remaja menghabiskan waktunya dengan jejaring sosial seperti facebook, twitter, chatting, dan
sebagainya. Jika kesadaran
akan waktu masih belum terpatri dalam diri setiap pemuda, mustahil suatu
kebangkitan akan diraih.
Jika saja
kita mau bercermin ke masa lalu, betapa disiplinnya orang-orang yang telah mengubah
dunia dengan waktu yang mereka miliki. Kita bisa mencontoh salah satu tokoh
islam, Ibnu Rusyd yang selama hidupnya hanya dua malam yang
tidak digunakannya untuk belajar, yaitu saat malam pernikahannya dan malam
meninggal ayahnya.
Ia adalah salah satu orang yang
telah mewarnai peradaban dunia. Ia
telah mewariskan banyak sekali karya yang hingga saat ini pun masih terasa
manfaatnya. Semua prestasi itu disebabkan kesadaran yang begitu tinggi untuk memanfaatkan waktu. Pemuda
seperti inilah yang sedang diidamkan oleh Kota Payakumbuh.
Man
jadda wa jadda. Siapa
yang bersungguh-sungguh itulah yang mendapat. Prinsip inilah yang harus
tertanam dalam jiwa para pemuda. Untuk mendapatkan suatu perubahan yang
berarti, para pemuda harusnya
menerapkan prinsip Going The Extra Miles atau
yang dikenal dengan prinsip tidak menyerah dengan rata-rata yang ada. Jika orang berlari sejauh 2 km, maka ia harus
berlari 5 km dan jika orang menyerah dalam waktu satu tahun, ia tidak akan
berhenti dalam waktu lima tahun. Para pemuda yang menerapkan prinsip ini tidak
akan mengizinkan dirinya dipengaruhi oleh unsur luar yang berbau negatif. Mereka tidak akan sedih,
kecewa, atau marah dengan keadaan luar karena mereka selalu percaya kekuatan
pikiran merekalah yang harusnya menguasai diri mereka. Pemuda seperti inilah
yang dipercaya membangun kota ini menuju perubahan yang lebih baik.
Jadi, dapat
disimpulkan bahwa Kota Payakumbuh membutuhkan para pemuda yang berdaya
kreativitas dan inovasi yang tinggi, memiliki kesadaran yang tinggi dalam
memanfaatkan waktu, dan para pemuda yang mau berusaha di atas rata-rata orang
lain. Mereka akan selalu memandang halangan sebagai motivasi untuk bangkit dari
keterpurukan. Mereka tidak hanya bertanya kapan perubahan itu terjadi. Tetapi
mereka yang bergerak agar sebuah perubahan menjadi nyata. Mereka tidak akan
pernah melupakan kuasa Tuhan. Karena mereka yakin, Tuhan lah yang menentukan
akhir dari suatu perjuangan.